Tradisi Benta Benti
Kajian Etnolinguistik Makna Leksikon Yang Terdapat Dalam Tradhisi Benta-Benti Di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal
1. Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Kebudayaan merupakan hasil cipta, karsa dan rasa
manusia yang timbul dalam kehidupan manusia. Dalam kebudayaan terdapat
kebutuhan keindahan, rekayasa keindahan yang melibatkan banyak potensi terutama
kreativitas, imaji, tafsir, sensori, teknik, dan bahan lainnya. Kebudayaan
merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang dimiliki manusia
sebagai mahluk sosial dan isinya adalah perangkat-perangkat, model-model
pengetahuan atau makna dan sistem-sistem yang terjalin secara menyeluruh dalam
simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis (Pradewi 2012: 3).
Kebudayaan yang
menyebar pada masyarakat akan menghasilkan sebuah seni dan keindahan yang ada
dan dihasilkan oleh masyarakat sekitar. Seni dan keindahan adalah sebuah pengalaman
tertentu dan langsung pada rasa. Kesenian merupakan keseluruhan sistem yang
melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif di dalam sebuah
kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu (William Haviland, dalam Waluyo
2002:5), karya seni yang ada pada masyarakat, pada umumnya merupakan kesenian
yang berasal dari nenek moyang, karya dari nenek moyang itulah yang dijadikan
sebagai kesenian tradisional dan turun-menurun yang dilakukan dan diyakini oleh
masyarakat dan generasi penerusnya.
Kesenian tradisional
merupakan salah satu bentuk keanekaragam kesenian yang tumbuh di masyarakat,
kesenian tradisional adalah kesenian yang ada disuatu daerah yang menujukkan
gambaran masa lampau dari suatu daerah tersebut (Sedyawati, dalam Wulandari
2001:1). Kesenian tradisional dianggap sebagai salah satu alat yang digunakan
sebagai sarana upacara yang berhubungan dengan fungsi sakral. Salah satu jenis
kesenian tradisional yang ada di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten
Tegal adalah tradisi upacara Benta-Benti.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa itu tradisi Upacara
Benta-Benti?
1.2.2
Makna kultural
apa saja yang terdapat dalam upacara Benta-Benti
1.2.3
Apa saja leksikon yang
terdapat dalam tradisi Upacara Benta-Benti?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Mendeskripsikan dan
memahami tentang tradisi Upacara Benta-Benti di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
1.3.2
Mendeskripsikan makna kultural dan
leksikon yang terdapat pada Upacara
Benta-Benti di Desa Selapura,
Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis :
1.4.1
Manfaat
Teoritis
a) Penelitian ini dapat memberikan kontribusi di bidang akademik
khususnya dalam ranah bidang etnolinguistik yang berkaitan dengan berbagai bidang yang
dikaji dalam konteks sosial dan budaya.
b) Sebagai sarana pengembangan kajian ilmu etnolinguistik
c)
Serta dapat
mengetahui berbagai jenis upacara tradisional masyarakat Jawa yang beraneka ragam serta
mempunyai nilai-nilai
yang sangat bermanfaat bagi manusia.
1.4.2 Manfaat Praktis
a)
Bagi
masyarakat, khususnya masyarakat Jawa dapat memahami apa itu upacara Benta-Benti, serta istilah-istilah yang digunakan dalam proses upacara Benta-Benti ,
b)
Bagi
pelajar dan mahasiswa, dapat menambah pengetahuan tentang upacara tradisi Jawa, kebudayaan atau tradisi masyarakat Jawa serta dapat dijadikan
sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis.
2. Landasan Teori
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1
Kesenian Tradisional
Kesenian
tradisional mempunyai hubungan erat dengan adat-istiadat. Sedyawati (1987:8)
mengatakan bahwa istilah tradisional dapat diartikan segala sesuatu yang sesuai
dengan tradisi, dan besifat luhur sebagai warisan nenek moyang, istilah
tradisional juga berhubungan erat dengan adat-istiadat dan juga masyarakat yang
turun-menurun yang disebut dengan tradisi. Kesenian tradisional kerakyatan
merupakan cermin ekspresi dari masyarakat yang hidup di luar istana atau dari
kalangan rakyat jelata, Kesenian dalam kehidupan masyarakat mempunyai fungsi
bermacam-macam, yang ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Kesenian
tradisional merupakan pusaka budaya yang diterima secara turun-menurun dan
mempunyai fungsi dan tujuan, fungsi kesenian tradisional itu sendiri pada
hakikatnya menghibur, akan tetapi dalam menghibur seringkali mengandung maksud
untuk menyampaikan suatu pesan tertentu, dan pesan-pesan yang disampaikan
tersebut berupa ajaran keagamaan, tata kehidupan, kritik terhadap keadilan
dalam masyarakat dan lain sebagainya (Yeniningsih 2007:215)
2.1.2 Istilah
Menurut Harimurti Kridalaksana adalah kata atau gabungan kata yang
mengungkapkan suatu konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang
tertentu. Kata istilah tersebut diangkat dari kata biasa, kata sehari-hari
dalam arti bentuknya dipungut dari bahasa biasa, tetapi isinya tidak. Istilah
adalah kata yang menunjukkan hal-hal yang bersifat abstrak, yaitu hal-hal yang
yang ditemukan oleh para ilmuwan atau ahli pikir dalam rangka penelitian objek
sasaran ilmiahnya masing-masing (Sudaryanto, 1986: 89). Dalam kaitannya dengan
istilah maka suatu kalimat akan mempunyai makna yang jelas, pasti dalam sebuah
kata walaupun tanpa konteks kalimat sekalipun. Sehingga dapat dikatakan bahwa
istilah tersebut bebas konteks. Dalam hal ini perlu diingat bahwa sebuah
istilah hanya dapat digunakan dalam bidang pendidikan atau kegiatan tertentu.
Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah yang sering digunakan
lalu menjadi sebuah kosakata. Secara umum pada saat sekarang ini arti sebuah
istilah tidak hanya digunakan dalam dunia pendidikan saja melainkan sudah
banyak digunakan secara umum.
2.1.3 Makna
Pengertian sense ‘makna’dalam semantic dibedakan dalam
meaning ‘arti’. Sense‘makna’adalah pertautan yang ada
diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Mengkaji dan memberikan makna suatu
kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan makna
yang membuat kata-kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Sedangkan meaning ‘arti’
menyangkut makna kata leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung
terdapat dalam kamus sebagai leksikon. Makna erat kaitannya dengan semantik,
oleh karena itu makna istilah dalam upacara Benta-Benti akan dilihat dari makna
leksikal.
(1)
Makna
leksikal
Makna
leksikal adalah makna yang ada pada leksem-leksem atau makna kata yang berdiri
sendiri, baik dalam bentuk leksem atau berimbuhan. Menurut Harimurti
Kridalaksana (2001:133) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna
unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain, makna
leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya.
Sedangkan menurut Fatimah Djajasudarma (1993:13) makna leksikal adalah makna
kata-kata yang dapat berdiri sendiri, baik dalam bentuk tuturan maupun dalam
bentuk kata dasar.
2.1.4 Etnolinguistik
Menurut Wakit Abdullah (2013:10), etnolinguistik adalah jenis
linguistik yang menaruh perhatian terhadap dimensi bahasa (kosakata, frasa,
klausa, wacana, unit-unit lingual lainnya) dalam dimensi sosial dan budaya
(seperti upacara ritual, peristiwa budaya, folklor dan lainnya) yang lebih luas
untuk memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial
masyarakat.
3.
Pembahasan
3.1 Tradisi Upacara Benta-Benti
Upacara Benta-benti
merupakan warisan budaya bangsa yang sampai sekarang masih digemari oleh
masyarakat Desa Selapura. Upacara yang dilaksanakan sebagai sarana untuk meminta hujan. Benta-benti
sendiri terbuat dari bambu yang direkayasa sedemikian rupa sehingga menyerupai
bentuk manusia terutama badan, kaki dan tangannya. Kepala terbuat dari tempurung
kelapa atau irus (alat untuk mengambil kuah) dan dilukis menyerupai wajah
manusia. Agar Benta-benti terlihat indah, badan, kaki dan tangannya dilapis
dengan pakaian, wajahnya dihiasi dengan anting-anting dan di lehernya
tergantung kalung lengkap dengan liontinnya. Badan bagian belakang diberi tali
untuk pegangan Kemlandang dengan maksud agar Benta-benti yang digerakkan dan
dijalankan oleh peri atau makhluk halus yang memasukinya tidak jatuh ke tanah.
3.2
Makna kultural dan Istilah-Istilah Yang Terdapat dalam Proses Upacara
Benta-Benti
3.2.1
Kemlandang
Kemlandang Benta-benti adalah seorang wanita dewasa,
mempunyai tugas membuat dan mendampingi Benta-benti, membaca mantera
serta bertanggung jawab selama pertunjukkan berlangsung.
3.2.2 Penyanyi
Penyanyi yang mengiringi pertunjukkan Benta-benti
terdiri dari remaja putri. Apabila penyanyi kurang serasi dalam melantumkan
lagu atau tiba-tiba berhenti, maka pertunjukan akan berhenti pula. Peran
penyanyi dalam hal ini sangat dominan dalam pertunjukkan tersebut.
3.2.3 Penabuh Alat Musik
Penabuh alat musik hampir sama dengan penyanyi
mereka terdiri dari remaja putri dan orang wanita dewasa jarang ditemui penabuh
dari kaum pria. Jumlahnya tidak banyak disesuaikan dengan alat musik yang ada
dan selama pertunjukkan berlangsung alat musik ditabuh terus menerus untuk mengiringi
irama lagu yang dilantumkan oleh penyanyi.
3.2.4 Alat
Musik
Alat musik tradisional yang digunakan untuk
mengiringi pertunjukkan Benta-benti sangat sederhana sekali, bentuknya dari
dahulu sampai sekarang tidak berubah demikian pula bunyi yang dihasilkannya
enak didengar dan khas. Alat musik tersebut terdiri 5 (lima) macam antara lain
:
a)
Bumbung
Bumbung dibuat dari
ruas bambu yang panjangnya ± 50 cm berbentuk bulat, bagian atas terbuka dan
bagian bawah tertutup. Besar kecilnya bunyi yang dihasilkan tergantung dari
panjang pendek dan besar kecilnya bumbung. Makin panjang dan besar bumbung
tersebut makin besar pula bunyi yang dihasilkan. Dalam pertunjukkan Benta-benti
diperlukan bumbung sebanyak 1 (satu) buah.
b)
Buyung
Buyung adalah alat untuk membawa air yang terbuat
dari tanah liat yang dibakar disebut pula tembikar berbentuk bulat, bagian atas
kecil dan terbuka sedangkan bagian bawah besar dan tertutup. Dalam pertunjukkan
Benta-benti buyung berfungsi sebagai gong. Apabila bibir buyung bagian tepi
dipukul dengan sehelai kain, maka akan mengeluarkan bunyi yang kecil. Demikian
pula sebaliknya bila bibir buyung bagian tengah dipukul akan mengeluarkan bunyi
yang cukup besar dan enak didengar.
c)
Tampah
Tampah terbuat dari anyaman bambu, berbentuk bulat
dengan diameter ± 70 cm, biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai alat
pembersih padi, jagung, kedelai dan lainnya.
d)
Aten
Aten terbuat dari belahan bambu yang dihaluskan
dengan lebar ± 2 cm, panjang ± 40 cm bentuknya pipih mirip dengan tuding. Aten digunakan untuk memukul
tampah agar mengeluarkan bunyi.
e)
Kain Bekas
Kain bekas yang digunakan untuk memukul buyung
biasanya dari kain bekas dengan panjang ± 40 cm. Agar bunyi yang dihasilkan
buyung cukup keras, digunakan kain bekas dari bahan katun, wool dan sejenisnya.
3.2.5 Pedupaan
Pedupaan dibuat dari tanah liat yang dibakar disebut
pula tembikar bentuknya bulat, di bagian atas terbuka dengan lebar ± 10 cm,
bagian bawah tertutup lebarnya ± 7 cm dan di bagian tengah terdapat
lubang-lubang kecil untuk pelepas abu arang demikian pula lubang kecil yang ada
di dinding bagian bawah. Pada pertunjukkan Benta-benti pedupaan digunakan untuk
membakar dupa atau kemenyan guna memanggil peri atau makhluk halus agar
memasuki Benta-benti sehingga dapat bergerak dan menari sampai pertunjukkan
selesai.
3.2.6 Mok
Mok terbuat dari logam aluminium, besi atau kuningan
berbentuk bulat, bagian atas terbuka dengan diameter ± 12 cm bagian bawah tertutup
dengan diameter yang sama. Pada pertunjukkan Benta-benti Mok dipergunakan
menaruh uang temohan hasil pemberian penonton secara sukarela.
3.2.7 Pada
Prosesi Jalannya Pertunjukkan
Menjelang waktu maghrib, mantera mulai dibacakan oleh Kemlandang, sebagai tanda akan
dimulainya upacara Benta-Benti, mantranya sebagai berikut :
“Kyai sing tunggo panggonan kiye
enyong pan gawe Benta-benti kanggo njaluk udan”.(Kyai yang menunggu tempat ini
saya akan membuat Benta-Benti untuk minta hujan)
Kurang
lebih 1 (satu) jam kemudian Kemlandang mengambil Benta-benti dengan membawa pedupaan diiringi oleh para penyanyi,
selanjutnya kemenyan dibakar agar
mengeluarkan asap yang baunya sangat wangi dan mantra dibaca sebagai berikut :
“Bismillahirachmanirrahiim niyat
ingsun pan ngobong dupa bade damel Benta-benti kinten-kinten dados, kados pundi
ingkang tunggu panggonan mriki supadoso kelampahan.”
(Bismillahirachmanirrahiim
saya berniat akan membakar dupa untuk membuat Benta-Benti kira-kira jadi, jadi
barang siapa yang menungguni tempat ini supaya bisa berjalan)
Berikutnya
Kemlandang memegangi tali yang berada di belakang badan Benta-benti dan para
penyanyi dengan serentak melantumkan lagu Benta-benti secara terus menerus yang
syairnya :
“Benta-benti aja lali lali laki
ana gondrong lorong-lorong silorong mba ayu santri nurunena udan tak
lenggok-lenggok liyed, tak liyed-liyed kewes. Dicancang sabuke modang digandeng
sabuke jinde kunir pista usma rendeng, aja rendeng-rendeng ingsun nggandenga
kemben ira.”
Arti: Syair kedua dalam
lirik tersebut yaitu digunakan untuk mengundang ruh gaib, supaya masuk pada
boneka benta-benti, atau sering disebut dengan kerasukan,
Setelah
mendengar lagu tersebut Benta-benti berjalan menuju arena pertunjukkan dan
menari-nari kesana kemari dengan lincahnya. Selanjutnya lagu Kembang Andul dilantumkan
oleh penyanyi yang syairnya :
“Kembang andul kembang kuwista es
es, bocah kidul kaya bendera kita, lindri-lindri kaya mantri gudang kopi la la
la sliring gading, kerumpyang kalungmu ilang.”
Benta-benti
berkeliling sambil menari-nari melenggok ke kanan dan ke kiri bagaikan seorang
gadis cantik yang menari dengan lemah gemulai sehingga penonton tidak beranjak
dari tempatnya.
Nyanyian
tersebut berakhir kemudian Benta-benti berhenti menari dan Kemlandang segera
meminta lagu lainnya yaitu Kembang Mawar yang syairnya sebagai berikut :
“Kembang mawar disebar tengahe
latar, latar kene ana ulane, mbayar Benta-benti salilane.”
Nyanyian
ini mengisyaratkan bahwa Benta-benti akan minta temohan sehingga para penonton
mempersiapkan uang recehan untuk memberi temohan. Kemlandang memberitahu kepada
penyanyi agar lagu tersebut terus menerus dikumandangkan, kemudian Benta-benti
bergerak maju dan Mok yang berada ditangan kanan Kemlandang terdengar bunyi
nyaring pertanda para penonton telah memberikan temohannya berupa uang logam.
Setelah lagu kembang mawar selesai dilanjutkan dengan lagu Jeruk-jeruk Kuning yang
bunyinya :
“Jeruk-jeruk kuning, jeruke wong
randugunting, ana Benta-benti lagi keliling, mangga mbayu ngudari benting.”
Bersamaan
dengan bunyi lagu tersebut Benta-benti menari-nari sambil berkeliling mendekati
para penonton barangkali masih ada yang belum memberi, selain ini untuk
menyampaikan terima kasih atas temohannya. Sambil menaruh Mok ditempatnya,
Kemlandang meminta lagu Nini Nini Katisen yang syairnya sebagai berikut:
“Nini Nini Katisen gerodong nang
ngingsor gentong, geletek nang ngingsor getek.”
Lagu ini
mengisyaratkan bahwa Benta-bentinya minta hujan, selanjutnya Kemlandang
memerintahkan seseorang untuk mengambil sebuah paso (tempat menampung air terbuat
dari tembikar yang bagian atas terbuka dengan diameter ± 40 cm dan bagian bawah
tertutup dengan diameter ± 25 cm).
Selanjutnya
Kemlandang minta lagu lainnya yaitu Pitik Walik yang syairnya berbunyi :
“Pitik walik selisik munggah
kurungan, ijo royo-royo kaya penganten anyar.”
kemudian
Kemlandang memerintahkan seseorang untuk mengambil sebuah kurungan ayam terbuat
dari anyaman bambu yang tingginya ± 1 meter dan lebarnya ± 60 cm. Kurungan
ditempatkan di tengah arena pertunjukkan demikian pula disediakan sebuah galah
yang terbuat dari bambu dengan panjang ± 4 meter, lebar ± 5 cm. Ujung galah
ditempatkan diatas kurungan dan pangkalnya diletakkan di atas tanah dan
Benta-Bentipun menari kesana kemari.
Adegan ini
dilakukan berulang-ulang. Kemudian Kemlandang minta sebuah lagu yaitu Albasiah
yang syairnya sebagai berikut :
“Kembang Albasiah mengetan parane
sawah paman bibi aja sringkah, diomongi sing duwe umah.”
Permainan
akan segera usai. Kemlandang mengambil pedupaan, asap kemenyan dibuatnya
membumbung tinggi selanjutnya kepada para penyanyi diminta mengumandangkan lagu
Tangis-tangis Layung sebagai berikut :
“Tangis-tangis layung tangise wong
wedi mati, sapa ira ngelingena, ning ora pangeran ira, babadana rancasana,
delanggung suwarga padang, gendung eling-eling.”
Lagu ini
dinyanyikan terus menerus dan merupakan pertanda bahwa pertunjukkan akan
berakhir.
3.2.8
Lagu-Lagu Lainnya yang dilantunkan dalam proses upacara tradisi Benta-Benti
(1)
Lagu Numpak Pir Jarane Pitu
“Numpak pir jarane pitu, gili
lempeng dienggokena, aja kuwatir sing ngintil aku, nyaluk apa tak tukoena.
Ngobong areng kidule pabrit, nandur bawang dompol-dompolan, bocah ireng ora
duwe duwit, sarung abang dasar jempolan.”
(2)
Lagu Kancing-Kancing Atum
“Kancing-kancing atum, kancing
atum tiba belekan, kancing atum tiba belekan, ora nyetrum suka dewekan. Ali-ali
permata inten, tukune ta ning pasar Slawi, dukang mas wastane sinten, kula
nderek bade ningali.”
(3)
Lagu Ijo Godong
“Ijo godong somaan balikan suro
yo, saya tua, saya tua, balike saya ketara, gandrung semple lembeyane yo.”
(4) Lagu Kerincing-Keroncong
“Kerincing-keroncong, kerincing si
krupuk urang, dicangkiing dibopong, diboyong atine moyang.”
(5) Lagu Ketela Tua
“Ketela tua dioceti isine botor,
ketela tua ditandur pojoke desa, ngintil maratua nyambut gawe ora etor.”
(6) Lagu Kembang Jagung Kroya
“Kembang jagung kroya, klambi
gadung olih nyewa, tutuk keruk pedalangan, tapih sarung nggo sawangan, ting
tang ting tung, tang gung.”
(7) Lagu Tenteng Kroya
“Tenteng kroya ruminah bandule
ukon oe, ukon olih nyilih melu takon ora olih.”
(8) Lagu Godong Kelor
“Godong kelor dipesus dadi
perkutut, perkutut mabur suwarga, temuruna nggawa tamba.”
(9) Lagu Kukus Gunung
“Kukus gunung kukuse wong adang
ketan, kebal-kebul sing nonton supaya kumpul”.
(10)
Lagu Kulup
Tole Kertayuda
“Kulup
tole Kertayuda, sira nangis njaluk apa, njaluk panggalan kitiran, cep menenga,
cep menenga, bapa ira lunga njala, sing dijala iwak tambra, jalane jala sutra,
kembune-kembu selaka, sing menceti para nabi, sing nggorengi para nyai.”
(11)
Lagu
Antru-Antru
“Antru-antru jarak bambang, plipir
gunung, ngalor-ngidul nyangking buyung, tetilik putri welanda.”
(12) Lagu Suket Cikalan Mentah
“Suket cikalan mentah sabrangena
kali cilik, cincing aja duwur-duwur, paman santri nunggang jaran, sing mayungi
randa prawan, jalan-jalan kaedanan.”
(13) Lagu Rujak Cengkir Sabendana
“Rujak cengkir sabendana, ari aduh
riyek, bera-beru nyangga bokor.”
(14) Lagu Sepur Madiun
“Sepur Madiun senale moni,
terowongan udane grimis, temu ngguyu, ditemenena, keloyongan disambi nangis”.
(15)
Lagu Suyung
Rumput
“Suyung rumput nang leleran
tangis, kayu benda kayu teja, payung agung gilar-gilar, desamu lunga dagang,
segaramu ombak ora, bedil moni nang lautan, ayoh pada balik saujarmu mumpung
dalu, mlakune entrong-entrongan. Sambine momong lare, lare luwe turokeno,
emban-embane jinde dawa, satugele robyongena.”
(16)
Lagu Umbul
Korekan Balon
“Umbul korekan balon, bocah jambul
ma akang balike ngulon, Jatibarang di Jatislawi, arep mbalang ora duwe duwit.”
(17) Lagu Pari Rempak
“Pari rempak puspa liru, ari
suyung rindik rimyang, lunga gadung sidaora rararara kesayabanban ban
kemalingan.”
3.2.9 Makna leksikon yang Terdapat dalam Proses Upacara Benta-Benti
No.
|
Leksikon
|
Kategori
|
1.
|
Benta-benti
|
Tradisi
Upacara
|
2.
|
Kemlandang
|
Orang/pelaku
|
3.
|
Bumbung
|
Alat
|
4.
|
Buyung
|
Alat
|
5.
|
Tampah
|
Alat
|
6.
|
Aten
|
Alat
|
7.
|
Pedupaan
|
Alat
|
8.
|
Mok
|
Alat
|
9.
|
Gondrong
lorong-lorong
|
Pelaku/orang
|
10.
|
Laki
|
Aktivitas
|
11.
|
Liyed
|
Aktivitas
|
12.
|
Kewes
|
Aktivitas
|
13.
|
Modang
|
Aktivitas
|
14.
|
Jinde
kunir
|
Alat
|
15.
|
Pista
usma
|
Alat
|
16.
|
Nijoari
|
Aktivitas
|
17.
|
Kembang
andul
|
Bunga
|
18.
|
Kembang
kuwista
|
Bunga
|
19.
|
Lindri-lindri
|
Aktivitas
|
20.
|
Sliring
gading
|
Bunga
|
21.
|
Gerodong
|
Alat
|
22.
|
Gentong
|
Alat
|
23.
|
Getek
|
Tempat
|
24.
|
Geletek
|
Tempat
|
25.
|
Selisik
|
Aktivitas
|
26.
|
Kembang
albasiah
|
Bunga
|
27.
|
Sringkah
|
Aktivitas
|
28.
|
Tangis-tangis
layung
|
Aktivitas
|
29.
|
Babadana
|
Aktivitas
|
30.
|
Rancasana
|
Aktivitas
|
31.
|
Delanggung
|
Tempat
|
32.
|
Gendung
|
Alat
|
33.
|
Dompol-dompolan
|
Aktivitas
|
34.
|
Kancing-kancing
atum
|
Alat/bahan
|
35.
|
Lembeyane
|
Aktivitas
|
36.
|
Kerincing
|
Bunyi
|
37.
|
Botor
|
Makanan
|
38.
|
ora etor
|
Aktivitas
|
39.
|
jagung
kroya
|
Makanan
|
40.
|
adang
ketan
|
Aktivitas
|
41.
|
Njala
|
Aktivitas
|
42.
|
panggalan
kitiran
|
Aktivitas
|
43.
|
plipir
gunung
|
Aktivitas
|
44.
|
Rujak
cengkir sabendana
|
Makanan
|
45.
|
senale
moni
|
Aktivitas
|
46.
|
entrong-entrongan
|
Aktivitas
|
47.
|
jinde
dawa
|
Alat
|
48.
|
Umbul
korekan balon
|
Alat
|
49.
|
rindik
rimyang
|
Aktivitas
|
50.
|
juada
pasar
|
Ubarampe
|
51.
|
arang-arang
kembang
|
Ubarampe
|
52.
|
Lepet
|
Ubarampe
|
53.
|
Dawer
|
Ubarampe
|
54.
|
kembang
melati ponggol pitu
|
Ubarampe
|
55.
|
rujak
crobo
|
Ubarampe
|
4. Penutup
4.1 Simpulan dan Saran
Berdasarkan
hasil penelitian ini, simpulan dan saran yang dapat diberikan:
4.1.1
Makna Kultural dan leksikon yang terdapat dalam prosesi upacara Benta-Benti
kesemuanya sangat erat hubungannya dengan keseharian dan perilaku masyarakat
setempat, khususnya di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal,
serta apabila dikaji secara lebih mendalam akan terdapat makna yang lebih
detail lagi.
4.1.2
hendaknya masyarakat dapat melestarikan upacara Benta-Benti, dengan adanya
regenerasi pelaku (pemain) pada upacara Benta-Benti, sehingga kesenian tersebut
tidak punah. Selanjutnya untuk para
mahasiswa masih banyak peluang untuk melakukan penelitian upacara Benta-Benti
di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta
: Rineka Cipta.
Djajasudarma,
Fatimah T. 2006.
Metode Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian
Kajian.
Bandung: Refika Aditama.
Sudaryanto,
1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam
Linguistik.
Yogyakarta: Duta Wacana.
Suwatno, E.
2004. “Wacana Mantra dalam Bahasa Jawa: Tinjauan Bentuk dan Isi (Fungsi)” dalam Widyaparwa 32 (2), hl.
221-238.
Herlita Ayu Lismawati (2601414014), Niki Aryanti (2601414026),