No Comment

Tradisi Benta Benti





Kajian Etnolinguistik Makna  Leksikon Yang Terdapat  Dalam Tradhisi Benta-Benti Di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal



1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan merupakan hasil cipta, karsa dan rasa manusia yang timbul dalam kehidupan manusia. Dalam kebudayaan terdapat kebutuhan keindahan, rekayasa keindahan yang melibatkan banyak potensi terutama kreativitas, imaji, tafsir, sensori, teknik, dan bahan lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang dimiliki manusia sebagai mahluk sosial dan isinya adalah perangkat-perangkat, model-model pengetahuan atau makna dan sistem-sistem yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis (Pradewi 2012: 3).
Kebudayaan yang menyebar pada masyarakat akan menghasilkan sebuah seni dan keindahan yang ada dan dihasilkan oleh masyarakat sekitar. Seni dan keindahan adalah sebuah pengalaman tertentu dan langsung pada rasa. Kesenian merupakan keseluruhan sistem yang melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif di dalam sebuah kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu (William Haviland, dalam Waluyo 2002:5), karya seni yang ada pada masyarakat, pada umumnya merupakan kesenian yang berasal dari nenek moyang, karya dari nenek moyang itulah yang dijadikan sebagai kesenian tradisional dan turun-menurun yang dilakukan dan diyakini oleh masyarakat dan generasi penerusnya.
Kesenian tradisional merupakan salah satu bentuk keanekaragam kesenian yang tumbuh di masyarakat, kesenian tradisional adalah kesenian yang ada disuatu daerah yang menujukkan gambaran masa lampau dari suatu daerah tersebut (Sedyawati, dalam Wulandari 2001:1). Kesenian tradisional dianggap sebagai salah satu alat yang digunakan sebagai sarana upacara yang berhubungan dengan fungsi sakral. Salah satu jenis kesenian tradisional yang ada di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal adalah tradisi upacara Benta-Benti.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Apa itu tradisi Upacara Benta-Benti?
1.2.2   Makna kultural apa saja yang terdapat dalam upacara Benta-Benti
1.2.3   Apa saja leksikon yang terdapat dalam tradisi Upacara Benta-Benti?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Mendeskripsikan dan memahami tentang tradisi Upacara Benta-Benti di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
1.3.2        Mendeskripsikan makna kultural dan leksikon yang terdapat pada Upacara Benta-Benti di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.

1.4  Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis :
1.4.1        Manfaat Teoritis
a)      Penelitian ini dapat memberikan kontribusi di bidang akademik khususnya dalam ranah bidang etnolinguistik yang berkaitan dengan berbagai bidang yang dikaji dalam konteks sosial dan budaya.
b)      Sebagai sarana pengembangan kajian ilmu etnolinguistik
c)      Serta dapat mengetahui berbagai jenis upacara tradisional masyarakat Jawa yang beraneka ragam serta mempunyai nilai-nilai yang sangat bermanfaat bagi manusia.
1.4.2    Manfaat Praktis
a)      Bagi masyarakat, khususnya masyarakat Jawa dapat memahami apa itu upacara Benta-Benti, serta istilah-istilah yang digunakan dalam proses upacara Benta-Benti ,
b)      Bagi pelajar dan mahasiswa, dapat menambah pengetahuan tentang upacara tradisi Jawa, kebudayaan atau tradisi masyarakat Jawa serta dapat dijadikan sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Landasan Teori
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kesenian Tradisional
Kesenian tradisional mempunyai hubungan erat dengan adat-istiadat. Sedyawati (1987:8) mengatakan bahwa istilah tradisional dapat diartikan segala sesuatu yang sesuai dengan tradisi, dan besifat luhur sebagai warisan nenek moyang, istilah tradisional juga berhubungan erat dengan adat-istiadat dan juga masyarakat yang turun-menurun yang disebut dengan tradisi. Kesenian tradisional kerakyatan merupakan cermin ekspresi dari masyarakat yang hidup di luar istana atau dari kalangan rakyat jelata, Kesenian dalam kehidupan masyarakat mempunyai fungsi bermacam-macam, yang ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Kesenian tradisional merupakan pusaka budaya yang diterima secara turun-menurun dan mempunyai fungsi dan tujuan, fungsi kesenian tradisional itu sendiri pada hakikatnya menghibur, akan tetapi dalam menghibur seringkali mengandung maksud untuk menyampaikan suatu pesan tertentu, dan pesan-pesan yang disampaikan tersebut berupa ajaran keagamaan, tata kehidupan, kritik terhadap keadilan dalam masyarakat dan lain sebagainya (Yeniningsih 2007:215)
2.1.2 Istilah
Menurut Harimurti Kridalaksana adalah kata atau gabungan kata yang mengungkapkan suatu konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Kata istilah tersebut diangkat dari kata biasa, kata sehari-hari dalam arti bentuknya dipungut dari bahasa biasa, tetapi isinya tidak. Istilah adalah kata yang menunjukkan hal-hal yang bersifat abstrak, yaitu hal-hal yang yang ditemukan oleh para ilmuwan atau ahli pikir dalam rangka penelitian objek sasaran ilmiahnya masing-masing (Sudaryanto, 1986: 89). Dalam kaitannya dengan istilah maka suatu kalimat akan mempunyai makna yang jelas, pasti dalam sebuah kata walaupun tanpa konteks kalimat sekalipun. Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah tersebut bebas konteks. Dalam hal ini perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya dapat digunakan dalam bidang pendidikan atau kegiatan tertentu. Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah yang sering digunakan lalu menjadi sebuah kosakata. Secara umum pada saat sekarang ini arti sebuah istilah tidak hanya digunakan dalam dunia pendidikan saja melainkan sudah banyak digunakan secara umum.
2.1.3 Makna
Pengertian sense ‘makna’dalam semantic dibedakan dalam meaning ‘arti’. Sense‘makna’adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Mengkaji dan memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan makna yang membuat kata-kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Sedangkan meaning ‘arti’ menyangkut makna kata leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksikon. Makna erat kaitannya dengan semantik, oleh karena itu makna istilah dalam upacara Benta-Benti akan dilihat dari makna leksikal.
(1)      Makna leksikal
Makna leksikal adalah makna yang ada pada leksem-leksem atau makna kata yang berdiri sendiri, baik dalam bentuk leksem atau berimbuhan. Menurut Harimurti Kridalaksana (2001:133) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain, makna leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Sedangkan menurut Fatimah Djajasudarma (1993:13) makna leksikal adalah makna kata-kata yang dapat berdiri sendiri, baik dalam bentuk tuturan maupun dalam bentuk kata dasar.
2.1.4 Etnolinguistik
Menurut Wakit Abdullah (2013:10), etnolinguistik adalah jenis linguistik yang menaruh perhatian terhadap dimensi bahasa (kosakata, frasa, klausa, wacana, unit-unit lingual lainnya) dalam dimensi sosial dan budaya (seperti upacara ritual, peristiwa budaya, folklor dan lainnya) yang lebih luas untuk memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial masyarakat.

3.    Pembahasan
3.1  Tradisi Upacara Benta-Benti
Upacara Benta-benti merupakan warisan budaya bangsa yang sampai sekarang masih digemari oleh masyarakat Desa Selapura. Upacara yang dilaksanakan sebagai sarana untuk meminta hujan. Benta-benti sendiri terbuat dari bambu yang direkayasa sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk manusia terutama badan, kaki dan tangannya. Kepala terbuat dari tempurung kelapa atau irus (alat untuk mengambil kuah) dan dilukis menyerupai wajah manusia. Agar Benta-benti terlihat indah, badan, kaki dan tangannya dilapis dengan pakaian, wajahnya dihiasi dengan anting-anting dan di lehernya tergantung kalung lengkap dengan liontinnya. Badan bagian belakang diberi tali untuk pegangan Kemlandang dengan maksud agar Benta-benti yang digerakkan dan dijalankan oleh peri atau makhluk halus yang memasukinya tidak jatuh ke tanah.
3.2.1                       Kemlandang
Kemlandang Benta-benti adalah seorang wanita dewasa, mempunyai tugas membuat dan mendampingi Benta-benti, membaca mantera serta bertanggung jawab selama pertunjukkan berlangsung.
3.2.2 Penyanyi
Penyanyi yang mengiringi pertunjukkan Benta-benti terdiri dari remaja putri. Apabila penyanyi kurang serasi dalam melantumkan lagu atau tiba-tiba berhenti, maka pertunjukan akan berhenti pula. Peran penyanyi dalam hal ini sangat dominan dalam pertunjukkan tersebut.
3.2.3 Penabuh Alat Musik
Penabuh alat musik hampir sama dengan penyanyi mereka terdiri dari remaja putri dan orang wanita dewasa jarang ditemui penabuh dari kaum pria. Jumlahnya tidak banyak disesuaikan dengan alat musik yang ada dan selama pertunjukkan berlangsung alat musik ditabuh terus menerus untuk mengiringi irama lagu yang dilantumkan oleh penyanyi.
3.2.4 Alat Musik
Alat musik tradisional yang digunakan untuk mengiringi pertunjukkan Benta-benti sangat sederhana sekali, bentuknya dari dahulu sampai sekarang tidak berubah demikian pula bunyi yang dihasilkannya enak didengar dan khas. Alat musik tersebut terdiri 5 (lima) macam antara lain :
a)      Bumbung
Bumbung dibuat dari ruas bambu yang panjangnya ± 50 cm berbentuk bulat, bagian atas terbuka dan bagian bawah tertutup. Besar kecilnya bunyi yang dihasilkan tergantung dari panjang pendek dan besar kecilnya bumbung. Makin panjang dan besar bumbung tersebut makin besar pula bunyi yang dihasilkan. Dalam pertunjukkan Benta-benti diperlukan bumbung sebanyak 1 (satu) buah.
b)      Buyung
Buyung adalah alat untuk membawa air yang terbuat dari tanah liat yang dibakar disebut pula tembikar berbentuk bulat, bagian atas kecil dan terbuka sedangkan bagian bawah besar dan tertutup. Dalam pertunjukkan Benta-benti buyung berfungsi sebagai gong. Apabila bibir buyung bagian tepi dipukul dengan sehelai kain, maka akan mengeluarkan bunyi yang kecil. Demikian pula sebaliknya bila bibir buyung bagian tengah dipukul akan mengeluarkan bunyi yang cukup besar dan enak didengar.
c)      Tampah
Tampah terbuat dari anyaman bambu, berbentuk bulat dengan diameter ± 70 cm, biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai alat pembersih padi, jagung, kedelai dan lainnya.
d)     Aten
Aten terbuat dari belahan bambu yang dihaluskan dengan lebar ± 2 cm, panjang ± 40 cm bentuknya pipih mirip dengan tuding. Aten digunakan untuk memukul tampah agar mengeluarkan bunyi.
e)      Kain Bekas
Kain bekas yang digunakan untuk memukul buyung biasanya dari kain bekas dengan panjang ± 40 cm. Agar bunyi yang dihasilkan buyung cukup keras, digunakan kain bekas dari bahan katun, wool dan sejenisnya.
3.2.5 Pedupaan
Pedupaan dibuat dari tanah liat yang dibakar disebut pula tembikar bentuknya bulat, di bagian atas terbuka dengan lebar ± 10 cm, bagian bawah tertutup lebarnya ± 7 cm dan di bagian tengah terdapat lubang-lubang kecil untuk pelepas abu arang demikian pula lubang kecil yang ada di dinding bagian bawah. Pada pertunjukkan Benta-benti pedupaan digunakan untuk membakar dupa atau kemenyan guna memanggil peri atau makhluk halus agar memasuki Benta-benti sehingga dapat bergerak dan menari sampai pertunjukkan selesai.
3.2.6 Mok
Mok terbuat dari logam aluminium, besi atau kuningan berbentuk bulat, bagian atas terbuka dengan diameter ± 12 cm bagian bawah tertutup dengan diameter yang sama. Pada pertunjukkan Benta-benti Mok dipergunakan menaruh uang temohan hasil pemberian penonton secara sukarela.
3.2.7 Pada Prosesi Jalannya Pertunjukkan
Menjelang waktu maghrib, mantera mulai dibacakan oleh Kemlandang, sebagai tanda akan dimulainya upacara Benta-Benti, mantranya sebagai berikut :
“Kyai sing tunggo panggonan kiye enyong pan gawe Benta-benti kanggo njaluk udan”.(Kyai yang menunggu tempat ini saya akan membuat Benta-Benti untuk minta hujan)

Kurang lebih 1 (satu) jam kemudian Kemlandang mengambil Benta-benti dengan membawa pedupaan diiringi oleh para penyanyi, selanjutnya kemenyan dibakar agar mengeluarkan asap yang baunya sangat wangi dan mantra dibaca sebagai berikut :
“Bismillahirachmanirrahiim niyat ingsun pan ngobong dupa bade damel Benta-benti kinten-kinten dados, kados pundi ingkang tunggu panggonan mriki supadoso kelampahan.”
(Bismillahirachmanirrahiim saya berniat akan membakar dupa untuk membuat Benta-Benti kira-kira jadi, jadi barang siapa yang menungguni tempat ini supaya bisa berjalan)
Berikutnya Kemlandang memegangi tali yang berada di belakang badan Benta-benti dan para penyanyi dengan serentak melantumkan lagu Benta-benti secara terus menerus yang syairnya :
“Benta-benti aja lali lali laki ana gondrong lorong-lorong silorong mba ayu santri nurunena udan tak lenggok-lenggok liyed, tak liyed-liyed kewes. Dicancang sabuke modang digandeng sabuke jinde kunir pista usma rendeng, aja rendeng-rendeng ingsun nggandenga kemben ira.”
Arti: Syair kedua dalam lirik tersebut yaitu digunakan untuk mengundang ruh gaib, supaya masuk pada boneka benta-benti, atau sering disebut dengan kerasukan,

Setelah mendengar lagu tersebut Benta-benti berjalan menuju arena pertunjukkan dan menari-nari kesana kemari dengan lincahnya. Selanjutnya lagu Kembang Andul dilantumkan oleh penyanyi yang syairnya :
“Kembang andul kembang kuwista es es, bocah kidul kaya bendera kita, lindri-lindri kaya mantri gudang kopi la la la sliring gading, kerumpyang kalungmu ilang.”

Benta-benti berkeliling sambil menari-nari melenggok ke kanan dan ke kiri bagaikan seorang gadis cantik yang menari dengan lemah gemulai sehingga penonton tidak beranjak dari tempatnya.
Nyanyian tersebut berakhir kemudian Benta-benti berhenti menari dan Kemlandang segera meminta lagu lainnya yaitu Kembang Mawar yang syairnya sebagai berikut :
“Kembang mawar disebar tengahe latar, latar kene ana ulane, mbayar Benta-benti salilane.”

Nyanyian ini mengisyaratkan bahwa Benta-benti akan minta temohan sehingga para penonton mempersiapkan uang recehan untuk memberi temohan. Kemlandang memberitahu kepada penyanyi agar lagu tersebut terus menerus dikumandangkan, kemudian Benta-benti bergerak maju dan Mok yang berada ditangan kanan Kemlandang terdengar bunyi nyaring pertanda para penonton telah memberikan temohannya berupa uang logam. Setelah lagu kembang mawar selesai dilanjutkan dengan lagu Jeruk-jeruk Kuning yang bunyinya :
“Jeruk-jeruk kuning, jeruke wong randugunting, ana Benta-benti lagi keliling, mangga mbayu ngudari benting.”

Bersamaan dengan bunyi lagu tersebut Benta-benti menari-nari sambil berkeliling mendekati para penonton barangkali masih ada yang belum memberi, selain ini untuk menyampaikan terima kasih atas temohannya. Sambil menaruh Mok ditempatnya, Kemlandang meminta lagu Nini Nini Katisen yang syairnya sebagai berikut:
“Nini Nini Katisen gerodong nang ngingsor gentong, geletek nang ngingsor getek.”

Lagu ini mengisyaratkan bahwa Benta-bentinya minta hujan, selanjutnya Kemlandang memerintahkan seseorang untuk mengambil sebuah paso (tempat menampung air terbuat dari tembikar yang bagian atas terbuka dengan diameter ± 40 cm dan bagian bawah tertutup dengan diameter ± 25 cm).
Selanjutnya Kemlandang minta lagu lainnya yaitu Pitik Walik yang syairnya berbunyi :
“Pitik walik selisik munggah kurungan, ijo royo-royo kaya penganten anyar.”

kemudian Kemlandang memerintahkan seseorang untuk mengambil sebuah kurungan ayam terbuat dari anyaman bambu yang tingginya ± 1 meter dan lebarnya ± 60 cm. Kurungan ditempatkan di tengah arena pertunjukkan demikian pula disediakan sebuah galah yang terbuat dari bambu dengan panjang ± 4 meter, lebar ± 5 cm. Ujung galah ditempatkan diatas kurungan dan pangkalnya diletakkan di atas tanah dan Benta-Bentipun menari kesana kemari.
Adegan ini dilakukan berulang-ulang. Kemudian Kemlandang minta sebuah lagu yaitu Albasiah yang syairnya sebagai berikut :
“Kembang Albasiah mengetan parane sawah paman bibi aja sringkah, diomongi sing duwe umah.”

Permainan akan segera usai. Kemlandang mengambil pedupaan, asap kemenyan dibuatnya membumbung tinggi selanjutnya kepada para penyanyi diminta mengumandangkan lagu Tangis-tangis Layung sebagai berikut :
“Tangis-tangis layung tangise wong wedi mati, sapa ira ngelingena, ning ora pangeran ira, babadana rancasana, delanggung suwarga padang, gendung eling-eling.”

Lagu ini dinyanyikan terus menerus dan merupakan pertanda bahwa pertunjukkan akan berakhir.
3.2.8 Lagu-Lagu Lainnya yang dilantunkan dalam proses upacara tradisi Benta-Benti
(1)   Lagu Numpak Pir Jarane Pitu
“Numpak pir jarane pitu, gili lempeng dienggokena, aja kuwatir sing ngintil aku, nyaluk apa tak tukoena. Ngobong areng kidule pabrit, nandur bawang dompol-dompolan, bocah ireng ora duwe duwit, sarung abang dasar jempolan.”
(2)   Lagu Kancing-Kancing Atum
“Kancing-kancing atum, kancing atum tiba belekan, kancing atum tiba belekan, ora nyetrum suka dewekan. Ali-ali permata inten, tukune ta ning pasar Slawi, dukang mas wastane sinten, kula nderek bade ningali.”
(3)   Lagu Ijo Godong
“Ijo godong somaan balikan suro yo, saya tua, saya tua, balike saya ketara, gandrung semple lembeyane yo.”
(4)   Lagu Kerincing-Keroncong
“Kerincing-keroncong, kerincing si krupuk urang, dicangkiing dibopong, diboyong atine moyang.”
(5)   Lagu Ketela Tua
“Ketela tua dioceti isine botor, ketela tua ditandur pojoke desa, ngintil maratua nyambut gawe ora etor.”
(6)   Lagu Kembang Jagung Kroya
“Kembang jagung kroya, klambi gadung olih nyewa, tutuk keruk pedalangan, tapih sarung nggo sawangan, ting tang ting tung, tang gung.”
(7)   Lagu Tenteng Kroya
“Tenteng kroya ruminah bandule ukon oe, ukon olih nyilih melu takon ora olih.”
(8)   Lagu Godong Kelor
“Godong kelor dipesus dadi perkutut, perkutut mabur suwarga, temuruna nggawa tamba.”
(9)   Lagu Kukus Gunung
“Kukus gunung kukuse wong adang ketan, kebal-kebul sing nonton supaya kumpul”.
(10)    Lagu Kulup Tole Kertayuda
“Kulup tole Kertayuda, sira nangis njaluk apa, njaluk panggalan kitiran, cep menenga, cep menenga, bapa ira lunga njala, sing dijala iwak tambra, jalane jala sutra, kembune-kembu selaka, sing menceti para nabi, sing nggorengi para nyai.”
(11)       Lagu Antru-Antru
“Antru-antru jarak bambang, plipir gunung, ngalor-ngidul nyangking buyung, tetilik putri welanda.”
(12)       Lagu Suket Cikalan Mentah
“Suket cikalan mentah sabrangena kali cilik, cincing aja duwur-duwur, paman santri nunggang jaran, sing mayungi randa prawan, jalan-jalan kaedanan.”
(13)       Lagu Rujak Cengkir Sabendana
“Rujak cengkir sabendana, ari aduh riyek, bera-beru nyangga bokor.”
(14)       Lagu Sepur Madiun
“Sepur Madiun senale moni, terowongan udane grimis, temu ngguyu, ditemenena, keloyongan disambi nangis”.
(15)    Lagu Suyung Rumput
“Suyung rumput nang leleran tangis, kayu benda kayu teja, payung agung gilar-gilar, desamu lunga dagang, segaramu ombak ora, bedil moni nang lautan, ayoh pada balik saujarmu mumpung dalu, mlakune entrong-entrongan. Sambine momong lare, lare luwe turokeno, emban-embane jinde dawa, satugele robyongena.”
(16)    Lagu Umbul Korekan Balon
“Umbul korekan balon, bocah jambul ma akang balike ngulon, Jatibarang di Jatislawi, arep mbalang ora duwe duwit.”
(17)       Lagu Pari Rempak
“Pari rempak puspa liru, ari suyung rindik rimyang, lunga gadung sidaora rararara kesayabanban ban kemalingan.”


3.2.9 Makna leksikon yang Terdapat dalam Proses Upacara Benta-Benti

No.
Leksikon
Kategori

1.       
Benta-benti
Tradisi Upacara
2.       
Kemlandang
Orang/pelaku
3.       
Bumbung
Alat
4.       
Buyung
Alat
5.       
Tampah
Alat
6.       
Aten
Alat
7.       
Pedupaan
Alat
8.       
Mok
Alat
9.       
Gondrong lorong-lorong
Pelaku/orang
10.   
Laki
Aktivitas
11.   
Liyed
Aktivitas
12.   
Kewes
Aktivitas
13.   
Modang
Aktivitas
14.   
Jinde kunir
Alat
15.   
Pista usma
Alat
16.   
Nijoari
Aktivitas
17.   
Kembang andul
Bunga
18.   
Kembang kuwista
Bunga
19.   
Lindri-lindri
Aktivitas
20.   
Sliring gading
Bunga
21.   
Gerodong
Alat
22.   
Gentong
Alat
23.   
Getek
Tempat
24.   
Geletek
Tempat
25.   
Selisik
Aktivitas
26.   
Kembang albasiah
Bunga
27.   
Sringkah
Aktivitas
28.   
Tangis-tangis layung
Aktivitas
29.   
Babadana
Aktivitas
30.   
Rancasana
Aktivitas
31.   
Delanggung
Tempat
32.   
Gendung
Alat
33.   
Dompol-dompolan
Aktivitas
34.   
Kancing-kancing atum
Alat/bahan
35.   
Lembeyane
Aktivitas
36.   
Kerincing
Bunyi
37.   
Botor
Makanan
38.   
ora etor
Aktivitas
        39.
jagung kroya
Makanan
40.   
adang ketan
Aktivitas
41.   
Njala
Aktivitas
42.   
panggalan kitiran
Aktivitas
43.   
plipir gunung
Aktivitas
44.   
Rujak cengkir sabendana
Makanan
45.   
senale moni
Aktivitas
46.   
entrong-entrongan
Aktivitas
47.   
jinde dawa
Alat
48.   
Umbul korekan balon
Alat
49.   
rindik rimyang
Aktivitas
50.   
juada pasar
Ubarampe
51.   
arang-arang kembang
Ubarampe
52.   
Lepet
Ubarampe
53.   
Dawer
Ubarampe
54.   
kembang melati ponggol pitu
Ubarampe
       55.   
rujak crobo
Ubarampe



4. Penutup
4.1 Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, simpulan dan saran yang dapat diberikan:
4.1.1 Makna Kultural dan leksikon yang terdapat dalam prosesi upacara Benta-Benti kesemuanya sangat erat hubungannya dengan keseharian dan perilaku masyarakat setempat, khususnya di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, serta apabila dikaji secara lebih mendalam akan terdapat makna yang lebih detail lagi.
4.1.2 hendaknya masyarakat dapat melestarikan upacara Benta-Benti, dengan adanya regenerasi pelaku (pemain) pada upacara Benta-Benti, sehingga kesenian tersebut tidak punah. Selanjutnya untuk  para mahasiswa masih banyak peluang untuk melakukan penelitian upacara Benta-Benti di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah T. 2006. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian
Kajian. Bandung: Refika Aditama.

Sudaryanto, 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik.
Yogyakarta: Duta Wacana.

Suwatno, E. 2004. “Wacana Mantra dalam Bahasa Jawa: Tinjauan Bentuk dan Isi   (Fungsi)” dalam Widyaparwa 32 (2), hl. 221-238.


Herlita Ayu Lismawati (2601414014), Niki Aryanti (2601414026), 

Diberdayakan oleh Blogger.